Jumat, 19 Februari 2016

Kejahatan Ibu Yang Manis

Kejahatan Ibu Yang Manis
Oleh : Anita Juni Yanti

Ku buka album biru yang sudah berdebu, ku temukan seribu kenangan antara aku dan ibu didalamnya. Ku ingat kembali masa kecil dulu, aku pernah menganggap ibu itu orang yang jahat. Hingga aku mencatat beberapa kejahatan ibu. Kejahatan ibu yang pertama. Setiap adzan ashar berkumandang ibu selalu mencari ku, dengan suara yang khas di telinga, ibu berteriak-teriak memanggil nama ku. “Anitaaaaaa....Pulang udah ashar, waktunya ngaji”. Seperti itulah teriakan ibuku. Aku sudah mendengarnya dari jauh, tapi aku hanya cuek saja terhadap panggilan ibu. Ia pun memanggilku berkali-kali, hingga bosan aku mendengar teriakannya, namun ibu tak pernah bosan memanggil namaku. Ibu langsung menghampiri ku dan memegang tanganku. Ia sempatkan tersenyum kepada ku, kali ini ia tidak teriak lagi, dengan nada yang berbeda, ia memintaku untuk mengaji. “ayooo neng pulang, mandi , berangkat ngaji”. Akhirnya aku meninggalkan teman-teman ku yang masih bermain, aku mengikuti langkah ibu.
Sepanjang perjalanan, aku melihat sosok ibu seperti nenek sihir. Bagiku ibu itu jahat. Teman-temanku masih melanjutkan permainannya, mereka tak pernah dicari ibunya, mereka tak pernah disuruh mengaji, dan ibu mereka biasa saja. Sedangkan aku, pulang telat 5 menit saja, ibu sudah sibuk mencari ku, ibu kenapa kau jahat ?
Setiap aku berangkat mengaji, ibu selalu menebar senyumnya, namun senyum itu tak mengubah sudut pandangku pada ibu, ibu memang terlihat sangat bahagia, ketika aku sudah berjilbab, dan menyandang tas berangkat mengaji. Dengan suara lembut, do’a ibu selalu mengiringi langkahku.”ngaji yang pintar ya neng, semoga menjadi anak yang solehah”. Seperti itulah do’a ibu setiap hari.
Aku teringat kejahatan ibu yang kedua. Ibu selalu memaksa ku menggunakan jilbab, aku merasa ibu itu selalu punya 1000 aturan yang dibuat untuk ku. Setiap keluar rumah, ibu selalu memberikan jilbab untukku. Dengan suara lembutnya, ia berkata ”kamu itu cantik sayang, apalagi kalo memakai jilbab”. Sepeti itulah ibu selalu memberiku jilbab, walaupun ibu tahu, di tengah perjalanan aku pasti membuka jilbabku. Ibu aku hanya merasa iri, ibunya teman-teman ku saja tak ada yang sebawel ibu, mereka tak pernah menggunakan jilbab kecuali ke sekolah, dan ibu mereka tak marah, mereka selalu memakai rok pendek dan ibu mereka tak marah, sedangkan ibu selalu saja meminta dengan lembut “jadilah jembatan surga ya neng”.
Kejahatan ibu yang ketiga. Ibu selalu bilang “ingat, jadi perempuan itu jangan kegenitan sama laki-laki, meskipun itu cuma teman biasa”. Ini adalah salah satu dari 1000 peraturan ibu, larangan terlalu dekat dengan teman lelaki. Bahkan ibu pernah marah, sewaktu teman sekelasku mengejarkan tugas kelompok di rumah, satu kelompok itu ada perempuan dan lelaki. Saat itu teman-temanku sedang bercanda, mereka main pukul-pukulan. Dan ibu memperhatikan kami dari jauh. Setelah tugas selesai dan mereka pulang. Ibu memarahiku “ ibu kan udah bilang, jadi perempuan itu jangan genit”. Dengan kesal aku menjawabnya. “ibu kenapa ngga marahnya kemereka saja ? yang bercanda kan mereka bukan aku”. Sesaat aku menangis dan meninggalkan ibu di ruangan sendiri.
Kejahatan ibu yang keempat. Ibu selalu menarik selimut hangatku di sepertiga malam. Ia selalu berbisik lembut ke telinga ku.”solehah....bangun, Allah merindukanmu”. Kalau ibu berbisiknya lembut, mana mungkin aku bangun. Ibu pun langsung menarik tanganku.”ibu...aku ngantuk”. Teriak ku pada ibu. “ayo bangun sayang”. Ibu terus berusaha membangunkan ku saat itu, hingga akhirnya, walaupun berat aku bangun juga, ibu mengajarkan ku sholat malam dan sholat subuh tepat waktu. Ibu jahat bangunin aku setiap malam, ibu...teman-temanku saja, mereka tak pernah sholat tahajud dan kalau aku tanyakan, mereka sholat subuhnya jam 6 pagi, bahkan ada yang baru sholat ketika sampai di sekolah. Sedangkan ibu, selalu membangunkan ku sebelum ayam berkokok.
Kejahatan ibu yang kelima. Ibu selalu mengajarkanku sederhana. Ia tak pernah memanjakanku dengan kemewahan. Ia selalu mengajarkan ku sikap senantiasa berusaha, meskipun itu hal yang sangat menyebalkan. Setiap aku ingin sesuatu, ibu selalu memikirkan ulang permintaanku, apakah itu perlu atau tidak. Itulah ibu. Ibu yang jahat.
Kini setelah ku meranjak dewasa, aku semakin paham dengan 1000 peraturan ibu. Pertama kali aku masuk SMA, ada test baca Al-Qur’an, dengan tenang aku membacakan ayat-ayat cinta-Nya. Aku bisa membaca Al-Qur’an karena ilmu yang ku dapat dari pengajian. Ketika praktik ibadah, kami di test bacaan sholat dan cara-cara sholat, dengan tenang aku pun melewati tets praktik ibadah tersebut. Ibu aku sangat miris, ketika guru agamaku cerita”dari kurang lebih 300 siswa-siswi yang mendaftar, hanya kurang-lebih 25 orang yang bisa membaca Al-Qur’an dan itu pun masih ada yang terbata-bata, dan belum lagi bacaan sholat mereka masih banyak yang salah”. Tak terasa air mataku menetes mendengar keluhan guru agamaku. Seketika itu aku besyukur, ibu mengajariku mengenal ayat-Nya sejak aku kecil. Ibu membuatku hafal bacaan sholat.
Di tengah perjalanan pulang, aku melihat banyak perempuan yang berboncengan naik motor dengan mesra bersama teman lelakinya. Mereka ada yang gandengan tangan, suap-suapan makan, dan hal lainnya. Namun aku, secara tidak langsung, ada rasa malu luar biasa, ketika aku hanya sekedar bicara kepada teman lelaki. Padahal kita membicarakan persoalan amanah saja. Rasa malu itu tumbuh, sebab dulu ibu mengajariku arti hijab antara lelaki dan perempuan.
Ibu ku jahat, namun kejahatannya sangat manis di masa depan. Berkat kejahatan ibu, aku dipertemukan orang-orang yang soleh dan solehah, mereka yang istiqomah berada di jalan-Nya. Ibu ku jahat dalam kemanisan. Terimakasih ibu, atas kesabaranmu yang luar biasa, Allah menuntunku ke jalan-Nya, berkat do’a dan kasih sayang mu, ku tumbuh menjadi akhwat yang sederhana. Kesabaran seorang ibu dalam mendidik anaknya, akan berbuah manis.
#AnitaHanifah35

#SayangMamahdanPapahSelamanya